free counters

Sabtu, 16 April 2011

NABI MUHAMMAD

Oleh: M. Ilham dan Alfiyah
(mahasiswa Fakultas Adab Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam
IAIN Sunan Ampel Surabaya)
Baiat Aqabah pertama
       Setelah enam orang masuk Islam pada musim haji lalu, setahun kemudian, pada musim haji ini, 9 Juli 621 M, di tengah hari tasyriq, 12 Dzulhijjah di suatu jalan setapak lereng bukit terjal sebelah kiri jalan dari Makkah ke Mina, yang dalam bahasa Arab disebut  Aqabah ( jalan dilereng ). Rasul mengajak bicara orang – orang Yatsrib yang datang ke Makkah untuk berhaji yang sekaligus membeli senjata. Orang Ytsrib ini terdiri dari 12 orang, 2 diantaranya klan Aus dan sisanya dari klan Khazraj. Disini mereka membuat perjanjian sebagai berikut :
1.      Tidak boleh menyerikatkan Allah
2.      Tidak boleh mencuri
3.      Tidak boleh berzina
4.      Tidak boleh membunuh anak
5.      Tidak boleh menfitnah tetangga
6.      Tidak boleh membantah perintah Rasul
Kalau boleh dikatakan tiang-tiang atau rukun Islam yang pertama dan ke enam adalah syahadat, dari2-5 adalah menyankut kehidupan moral dan sosial.
Nama kedua belas orang itu adalah :
1.      As’ad Zurarah
2.      Rafiq bin Malik
3.      Auf bin Afra’
4.      Muadz bin Ara’
5.      Dzakran bin Abdu Qais
6.      Yazid bin Tsalabah
7.      Ubadah bin Shamid
8.      Abbas bin Ubadah
9.      Uqbah bin Amir
10.  Qathbah bin amir
11.  Avu Haitsam bin taihan
12.  Uwaim bin saidah[1].
2
Baiat Aqabah kedua
       Tahun berikutnya lagi, juga pada hari tasyriq terakhir, 13 Dzulhijjah, bertepatan dengan tanggal 28 Juni 622 M, 3 bulan sebelum Rasul hijrah pada tanggal 24 September 622 M datang lagi rombongan dari Yatsrib. Jumlahnya kali ini adalah.73 lelaki dan dua orang perempuan. Seperti pada baiat Aqabah yang pertama , mereka membaiat Rasul sembunyi-sembunyi pada tenga malam ditempat yang sama, Aqabah. Sebenarnya mereka sudah masuk Islam sebelum membaiat. Para mu’alaf ini masuk Islam di tangan Mush’ab  dan orang muslim Yatsrib yang membaiat Rasul pada baiat Aqabah pertama[2].
Hijrah ke Yatsrib
Setelah baiat Aqabah kedua tindakan kekerasan terhadap kaum muslimin makin meningkat, bahkan musyrikin Quraisy sepakat akan membunuh Rasulullah. Menghadapi kenyataan ini Rasulullah menganjurkan para sahabatnya untuk pindah ke Yatsrib. Kelompok orang-orang lemah diperintahkan berangkat terlebih dahulu, karena merekalah yang paling banyak menderita penganiayaan dan paling sedikit memperoleh perlindungan. Rasulullah sendiri baru meninggalkan Mekkah setelah seluruh kaum muslimin, kecuali Ali dan keluarganya serta Abu Bakar dan keluarga,sudah keluar dari Mekkah. Ketika akan berangkat, Rasulullah meminta Ali untuk tidur dikamarnya guna mengelabui musuh yang berena membunuhnya. Beliau berangkat ke gua Tsur, arah selatan Mekkah, ditemani oleh Abu Bakar[3].
Perjalanan ke Madinah
Setelah tiga hari tiga malam Rasul dan Abu Bakar bersembunyi didalam goa, mereka berdua berniat melanjutkan perjalanan yang berat itu, karena kaum musyrikin tampaknya sudah patah semangatnya untuk terus mencari-cari. Kemudian Abdullah bin Uraiqith datang tepat waktunya membawa dua ekor unta yang sudah diberi makan secukupnya guna untuk melakukan perjalanan jauh. Rasul dan Abu Bakar seusai menyiapkan bekal seperlunya, segera berangkat menuju Madinah, dibawah lindungan ilahi. Namun kaum musyrikin Quraisy justru semakin gusar karena tidak berhasil menangkap Nabi dan Abu Bakar. Hingga Akhirnya mereka mengadakan syembara dan di umumkan kepada semua orang, barang siapa yang dapat menangkap Muhammad dan sahabatnya Abu Bakar, akan mendapat hadiah 200 ekor unta di sebuah negeri padang pasir cukup menggiurkan bagi mereka yang berani menempuh bahaya dan mengambil resiko tinggi.
3
Ketika Rasul dan Abu Bakar melewati melewati sebuah tempat yang bernama Hay Madzlaj, seorang penghuni tempat itu melihat rombongan Rasul dan Abu Bakar dari kejauhan. Kemudian
Suraaqah bin Malik mendengar berita tersebut, ia terigat akan hadiah khusus yang dijanjikan kaum Quraisy dan karena keegoisannya ia ingin memperoleh hadiah itu sendiri, oleh karena itu ia bersikap acuh tak acuh dan berkata bahwa itu bukan rombongan Rasul, kemudian ia masuk kedalam kemah kemudian memerintahkan pelayannya untuk mengeluarkan kuda dan menunggunya di belakang bukit. Denagn perlahan-lahan ia menunggangi kudanya dan mengejar rombongan Rasul, kemudian ketika Abu Bakar menengok kebelakang Abu Bakar mengetahui bahwa musuh yang sedang mengejarnya adalah Suraqah bin Malik, kemudian abu Bakar memberitahu Nabi, namun pandangan Nabi tetap pada tujuan, belum lama Abu Bakar mengucapkan kata-katanya , tiba-tiba Suraqah kembali terhempas dan jatuh terpelanting dari punggung kuda. Ia bangun lagi dengan sekujur badan penuh dengan lumuran tanah, kemudian berteriak memohon ampun !
Dan pada saat itu Suraqah mulai percaya bahwa Rasulullah saw adalah pembawa kebenaran ilahi. Ia meminta maaf dan mohon supaya beliau sudi berdo’a dan memohonkan ampunan dan ia menawarakan bekal perjalanan.  Namun Nabi tidak membutuhkannya namun Rasul minta agar jangan lagi berusaha enngkapnya lagi dan Suraqahpun menganggukkan kepalanya. Ditengah jalan ia bertemu dengan oarng-orang yang masih terus mancari-cari rombongan Rasul. Setiap bertemu dengan orang-orang itu Suraqah selalu mengingatkan supaya pulang saja.
Dan Rasulullah bersama Abu Bakar melanjutkan perjalanan. Siang hari terasa memberatkan, namun dimalam hari terasa bagai perlindungan[4].
Tiba di Madinah
Sebelum beliau tiba, berita keberangkatan beliau dari Mekkah telah tersiar ke Madinah. Setiap pagi penduduk kota itu banyak yang keluar rumah sambil memandang ke arah akan kedadatangan manusia besar. Ketika panas terik matahari datang mereka kembali ke rumah masing-masing sambil memendam harapan mereka.
Pada tanggal 12 Rabi’ul awal tahun ke -13 kematian, seperti biasa, kaum Anshor banyak yang berkerumun menunggu kedatangan Rasulullah saw, pada tengah hari ketika mereka akan kembali kerumah, ketika mereka putus harapan, kemudian seorang Yahudi yang sedang naik ke atas atap melihat kepulan debu mendekati kota. Kemudian ia berteriak dengan amat keras, dan memberitahukan kepada kaum Anshor, kaum Anshor mendengar teriakan itu, kemudian mereka
4
membawa senjata masing-masing, dan bergegas menjempur Rasulullah sambil mengucap takbir yang mengumandang keseluruh jota madinah. Hari itu Madinah dalam suasana pesta gembira[5].
Sebelum masuk kota Madinah Rasulullah saw singgah di pemukiman Bani Amr bin Auf selama empatbelas hari. Dalam empat belas hari itu beliau membuat fondasi masji Quba, yaitu masjid yang pertama dibangun dalam sejarah Islam. Mengenai kedudukan masjid tersebut Allah SWT telah berfirman yang artinya:  janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguh- nya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. dan Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.
Di tempat yang baru ini Rasulullah saw mmbangun masyarakat dan meneruskan dakwahnya. Beliau menyebut penduduk asli Anshor, sedangkan pengikutnya yang berimigrasi disebut Muhajirin. Mereka dipersaudarakan oleh Nabi SAW dalam satu ikatan ukhuwah Islamiyah.
Selama 10 tahun Rasulullah SAW tinggal di negeri madinah, hingga akhirnya ia dan kaum muslimin mendapatkan kesempatan untuk menaklukan kota Mekkah dan membebaskan Ka’bah dari berbagai berhala yang sebelunya berada disekitarnya[6].
Perang Badar
Perang Badar terjadi pada tanggal 17 Ramadhan tahun kedua Hijriyah, bertepatan dengan tanggal 8 Januari 623 H. Terjadi di daerah yang terletak antara Mekkah dan Madinah. Nama badar di ambil dari sebua wadi di daerah tersebut.
Dalam peperangan Badar  pada awalnya pasukan Quraisy berusaha merebut atau menghancurkan mata air yang di kuasai oleh kaum muslimin. Usaha yang dipimpin oleh Aswad bin Abdul Asad ini digagalkan kaum muslimin di bawah pimpinan Hamzah bin Abdul Mutholib.

5
Kemudian terjadilah perang yang sangat hebat antara kaum muslimin dan kaum Quraisy. Dalam peperangan kedudukan kaum muslimin tidak seimbang dengan kaum Quraisy. Kekuatan tentara kaum Quraisy 1.000 orang dan kaum muslimin 313 orang. Namun dengan kebesaran Allah kaum muslimin memenangkan peperangan pertama dalam sejarah Islam. Kaum muslimin langsung dibawah komando Rasulullah dan para sahabat yang di sebut dengan sahabat badar, sedangkan kaum Quraisy di bawah komando tokoh-tokoh utamanya, seperti Abu Jahal, Abu Sufyan, Aswad bin Abul Asad, Utbah bin Walid dan Syaibah. Jumlah syuhada kaum muslimin sebanyak 11 orang, sedangkan yag gugr dari kalangan kaum Quraisy sebanyak 70 orang dan yang ditawan sebanyak 70 orang. Perang badar juga disebut dengan Yaumul Furqan ( Perang yang memisahkan antara Islam dan kafir ). Didalam surat Al-Anfal Allah menamakan denagn sebutan Yaumul taqal Jam’an ( hari pertemuan dua golongan, yaitu Islam dan kaum kafir Quraisy).
Perang Uhud
Kekalahan di perang Badar sanagt memalukan kaum Quraisy. Kaum Qyraisy berusaha keras menebus kekalahan tersebut. Dalam perang Uhud kekuatan kaum muslimin sebanyak 1.000 orang, namun di tengah jalan ada 300 orang yang kembali ke Madinah karena hasutan Abdullah bin Ubai ni Salul, tokoh munafik madinah, untuk membelot dari peperangan Nabi. Sedangkan kaum musyrikin sebanyak 3.000 orang. Tentara peperangan ini lansung dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad SAW, sedangkan kaum musyrikin dipimpin oleh Abu Sufyan bin Harb yang disertai istrinya Hindun.
Perang Uhud terjadi pada pertengahan bulan Sy’ban, bertepatan dengan bulan Januari tahun 625 M. Nama Uhud menunjuk sebuah gunung di sebelah utara kota Madinah. Dalam peperangan ini Nabi membentuk pasukan khusus, yaitu pasukan pemanah, yang berjumlah 50 orang dibawah pipinan Abdullah bin Zubeir dan bertugas menahan pasukan berkuda kaum musyrikin, jika pasukan tersebut menyerang dari lereng bukit Uhud.
Jumlah syuhada dari kaum muslim berjumlah 70 orang, diantara syuhada tersebur ialah paman Nabi Hamzah bin Abdul Mutholib dan Andullah bin Zubair, sedangkan dari kaum musrikin sebanyak 64 orang.
Akibat kekalahan perang Uhud ini, bangsa Yahudi di Madinah meepaskan ikatan perjanjiannyadengan Rasulullah untuk bergabung dengan kafir Quraisy.Namun dari pihak kaum muslimin timbul kesadaran bahwa dalam perang disiplin mengikuti perintah Rasulullah sebagai panglima harus ditegakkan. Dengan demikian, mereka semakin percaya kepada Rasulullah yang arif dan bijaksana dan mereka semakin teguh menegakkan kebenaran Islam.
     

Perang Khandaq
Perang khandaq terjadi pada bulan Syawal tahu kelima hijriyah atau bertepatan dengan bulan Maret 627 M. Nama lain perang Khandaq ini asdalah perang Ahzab. Nama perang ini di ambil dari strategi perang Rasulullah atas saran sahabat Salman Al-Farisi, dengan menggali parit-parit sebagai benteng pertahanan di utara madinah.nama Al-Ahzab karena kaum Quraisy menganjak kabilah-kabilah lain menjadi sekutu ( AL-Ahzab ) untuk secara serentak menghabisi kaum muslimin.
Dalam peperangan ini kaum musyrikin sebanyak 10.000 orang di bawah pimpinan Abu Sufyanbin Harb, sedangkan kaum muslimin berhasil menghimpun tentara sebanyak 3.000 orang.
Allah mendatangkan pertolongan kepada kaum muslimin berupa badai yang memporak-porandakanperkemahan kaum sekutu. Badai ini menjadikan yurunnya semangat berperang dan persekutuhan diantara kabilah yang bergabung menyerang kaum muslimin. Di gambarkan dalm Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 9  yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan nikmat Allah (yang telah dikurniakan) kepadamu ketika datang kepadamu tentara-tentara, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak dapat kamu melihatnya[1204]. dan adalah Allah Maha melihat akan apa yang kamu kerjakan.
Ayat ini menerangkan kisah AHZAB Yaitu golongan-golongan yang dihancurkan pada peperangan Khandaq karena menentang Allah dan Rasul-Nya. yang dimaksud dengan tentara yang tidak dapat kamu Lihat adalah Para Malaikat yang sengaja didatangkan Tuhan untuk menghancurkan musuh-musuh Allah itu.
Setelah bala tentara ahzb pulang, selanjutnya kaum muslimin menindak orang-orang yahudi Bani Quraidah yang berkhianat pada waktu perang. Tindakan keras Nabi didasarkan penghianatan mereka terhadap ikrar perdamaian mereka dengan Rasulullah SAW yang di kenal dengan deklarasi Madinah. Hukuman yang di berikan kepada Yahudi penghianat tersebut yaitu pembunuhan bagi yang laki-laki, dan pengusiran bagi anak-anak dan wanita.
DAFTAR PUSTAKA
.Al-Ghazali, Muhammad.2003. Sejarah Perjalanan Hidup Muhammad. Yogyakarta : Mitra Pustaka.
Maryam, Siti.2002. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta : LESFI.
Supriyadi, Dedi, M.Ag. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia.
O. Hashem. 2006. Muhammad Sang Nabi. Jakarta : PT. cahaya Insan Suci.
Tim Studi Islam IAIN.2010.Pengantar Stud Islam. Surabaya : IAIN SUnan Ampel Press.


[1] O.Hashem, Muhammad sang Nabi,( Jakarta : PT. Cahaya Insan Suci ). Hal. 92

[2] Ibid. Hal. 93
[3] Siti Maryam, Sejarah peradaban  Islam, ( Yogyakarta : LESFI). Hal.29
[4] Muhammad al-Ghazali, Sejarah Perjalanan Muhammad, ( Yogyakarta : Mitra Pustaka ). Hal. 192                      
[5]Ibid. Hal.197.
[6] Tim studi Islam IAIN SUnan Ampel, Pengantat Studi Islam, ( Surabaya : Sunan Ampel Press )

PEMIMPIN IDEAL

Creat By: Mohammad Luthfi
( STUDENTS OF SOSIAL AND POLITICAL SCIENSE FACULTY COMMUNICATION STUDY PROGRAM BHAYANGKATA UNIVERSITY)
Pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang pro rakyat, pemimpin yang bisa melindungi dan mengayomi seluruh rakyatnya. Bisa memberikan jaminan keamanan ,kenyamanan serta bisa memberikan jaminan hidup yang layak bagi seluruh rakyatnya. Apa yang dilakukan selalu untuk kebaikan bersama. Dia lebih mengutamakan kepentingan rakyat dari pada kepentingan pribadi maupun kelompoknya. Bukan pemimpin yang hanya memperkaya diri, lebih mementingkan diri dan kroni-kroninya, sementara kepentingan umum di nomor duakan.
            Pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang memiliki jiwa leadership yang  tahu dan mengerti bagaimana cara memimpin yang baik. Dia harus mampu mengatur dan menjalankan pemerintahan dengan benar. Bukan pemimpin yang hanya menjadi simbol pemerintahan dimana dalam setiap pengambilan kebijakan selalu mengikuti arahan dari tokoh-tokoh politik maupun tokoh-tokoh bisnis yang hanya mau mengeruk keuntungan semata, sementara hal-hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak di abaikan demi menyelamatkan dirinya dari tekanan sistem yang bobrok.
            Pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang tegas, adil dan bijaksana. Dia harus tegas dalam setiap pengambilan kebijakan tanpa harus takut dan ragu-ragu terhadap siapapun selama apa yang dilakukan benar demi untuk mensejahterakan rakyat. Dia pemimpin yang adil terutama dalam bidang penegakan hukum. Dia harus berani dan berada di garda terdepan dalam bidang supremasi hukum terutama dalam hal pemberantasan korupsi, sebab korupsi merupakan penyakit yang sangat akut dan sudah membudaya di negeri ini yang harus di perangi. Banyak sekali tokoh-tokoh politik, pejabat pemerintah baik daerah maupun pusat yang terlibat kasus korupsi tapi tidak tersentuh oleh hukum, walaupun ada sebagian kecil yang sudah di proses dan di jebloskan ke penjara, namun putusan pengadilan kadang  tidak adil karena hukuman berat yang seharusnya ia dapat jutrus ringan yang ia peroleh. Ironisnya lagi, ada pejabat negara (seorang wali kota) yang jelas-jelas statusnya sebagai tersangka karena melakukan tindak pidana korupsi masih bisa melantik bawahannya dari balik jeruji penjara. Sementara kalau maling ayam atau copet pasar begitu di tangkap langsung di pukul sampai belur. Hukum masih berpihak pada orang-orang tertentu karena pemimpinnya tidak tegas. Nah, seorang pemimpin yang tegas dan adil adalah pemimpin yang berani menindak siapapun yang melanggar aturan hukum tanpa pandang bulu, entah itu keluarganya, kelompoknya maupun orang-orang dekatnya.
            Pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang amanah yang bisa mempertanggung jawabkan semua yang ia lakukan serta bisa mewujudkan segala yang di ucapkan disaat kampanye, karena selama ini banyak sekali pemimpin yang hanya mengobral janji di saat kampanye tapi tidak pernah merealisasikan janji-janjinya setelah ia terpilih menjadi pemimpin, justru kadang ia melupakan konstituennya. Rakyat hanya di butuhkan disaat kampanye, mereka rela turun kedaerah-daerah demi mewujudkan ambisinya dengan iming-iming atau janji akan mensejahterakan rakyat dengan memberikan jaminan kesehatan bagi rakyat miskin, sekolah gratis, serta memprioritas rakyat kecil. Namun, setelah ia terpilih ia lupa akan janjinya. Ia lebih mementingkan dirinya dan kroni-kroninya. Pemimpin yang amanah adalah pemimpin yang siap mengabdikan dirinya untuk kepentingan rakyat, pemimpin yang selalu menempatkan kepentingan umum di atas segalanya, pemimpin yang rela mengorbankan kepentingan pribadinya demi mensejahterakan rakyatnya.

PENGERTIAN HADITS, UNSUR-UNSUR DAN SINONIMNYA

Oleh: Abdurrahman
(mahasiswa Fakultas Adab Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam
IAIN Sunan Ampel Surabaya)
A.    Pendahuluan
Hadits adalah sesuatu yang datang dari Rasululllah baik perkataan, perbuatan, ataupun taqrirnya. Hadits mempunyai beberapa sinonim yang menurut ulama’ hadits tidak ada perbedaan antara hadits dan sinonimnya. Tetapi lain halnya dengan ulama fikih dan ushul fikh yang memandang bahwasanya hadits dan sinonimnya mempunyai perbedaan. Hadits juga mempunya beberapa unsur yaitu sanad, matan, dan rawi.
B.     Pengertian Hadits
Secara etimologis hadits berarti baru, perkataan, cerita atau berita.[1] Sedangkan Dari segi terminologi, banyak ahli hadits (muhadditsin) memberikan definisi yang berbeda redaksi tetapi maknanya sama di antaranya Mahmud Ath-Thahan (guru besar Hadits di Fakultas Syari’ah dan Dirosah Islamiah di Universitas Kuwait) mendefinisikan: hadits adalah sesuatu yang datang dari Nabi SAW baik berupa perkataan atau perbuatan dan atau persetujuan.[2]
Dalam beberapa buku para ulama berbeda dalam mengungkapkan datangnya Hadits tersebut, di antara ada yang seperti di atas ”sesuatau yang datang” ada juga yang menggunakan beberapa redaksi seperti: sesuatu yang disandarkan, sesuatu yang dibangsakan, dan sesuatu yang diriwayatkan. Keempat redaksi ini dimaksudkan sama maknanya, yakni sesuatu yang datang atau sesuatu yang bersumberkan dari Nabi atau disandarkan kepada Nabi. Dari definisi di atas dapat dikatakan bahwa Hadits merupakan sumber berita yang datang dari Nabi dalam segala bentuk baik berupa perkataan, perbuatan, maupun sikap persetujuan.[3] Definisi di atas memberikan kesimpulan, bahwa Hadits mempunyai tiga macam yakni:
1.      Hadits Qawliyah yaitu Hadits Nabi yang hanya berupa perkataannya saja baik dalam bentuk pernyataan, anjuran, perintah cegahan maupun larangan. Yang disebut pernyataan Nabi disini adalah sabda Nabi dalam merespon keadaan yang berlaku pada masa lalu, masa kininya dan masa depannya, kadang-kadang dalam bentuk dialog dengan para sahabat atau jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh sahabat atau bentuk-bentuk lain seperti khutbah.[4]
2.      Hadits Fi’liyah yaitu Hadits Nabi yang berupa  perbuatan Nabi yang diberitakan oleh para sahabat mengenai soal-soal ibadah dan lain-lain seperti melaksanakan haji, manasik haji dan lain-lain.[5]
3.      Hadits Taqririyah, yaitu Hadits Nabi yang berupa penetapan Nabi terhadap perbuatan para sahabat yang diketahui Nabi tidak menegurnya atau melarangnya bahkan Nabi cenderung mendiamkannya.[6]
C.     Sinonim Hadits Dan Pengertiannya
Adapun sinonim dari Hadits adalah: As-Sunah, Al-Khabar, dan Al-Atsar dengan pengertian sebagai berikut:
1.      As-Sunah
Sunah menurut bahasa berarti jalan yang ditempuh, adat istiadat, suatu kebiasaan, dan cara yang diadakan.[7] Makna sunah yang lain adalah tradisi yang kontinu (berkelanjutan).[8] Sedangkan sunah menurut istilah terdapat beberapa perbedaan di kalangan ulama’, diantaranya adalah sebagai berikut:
a.       Menurut ulama’ ahli Hadits (muhadditsin), sunah sama dengan hadits. Diantara ulama ada yang mendefinisikan dengan ungkapan yang singkat yaitu segala perkataan Nabi, perbuatannya dan segala tingkah lakunya.[9]
b.      Menurut ulama’ Ushul Fikih adalah sesuatu yang yang diriwayatkan dari Nabi baik yang bukan berupa Al-Quran yang berupa segala perkataan, perbuatan, dan pengakuan yang patut dijadikan dalil hukum syara’.[10]
Sunah menurut ulama ushul fikih hanya perbuatan yang dapat dijadikan dasar hukum Islam. Jika suatu perbuatan Nabi tidak dijadikan dasar hukum seperti makan, minum, tidur dan lain-lain maka pekerjaan biasa sehari-hari tersebut tidak dikatakan sunah.
c.       Menurut ulama Fikih adalah sesuatu ketetapan yang datang dari Rasulullah dan tidak termasuk kategori fardhu dan wajib, maka sunah menurut mereka adalah sifat syara’ yang menuntut pekerjaan tapi tidak wajib dan tidak disisksa bagi yang meninggalkan.[11]
Menurut ulama Fikih, sunah dilihat dari segi hukum sesuatu yang datang dari Nabi tetapi hukumnya tidak wajib, diberi pahala bagi yang megerjakannya dan tidak disiksa bagi yang meninggalkannya. Contohnya: shalat sunah, puasa sunah, dan lain-lain.
2.      Al-Atsar
Atsar menurut bahasa adalah bekas sesuatu. Al-Zarkasyi mengartikan Al-Atsar sebagai sesuatu yang disandarkan kepada sahabat semata. Dengan demikian atsar tidak mempunyai hubungan langsung ataupun tidak langsung dengan Nabi.[12] Menurut istilah ada dua pendapat, pertama, atsar adalah sinonim dari hadits. Kedua, atsar adalah sesuatu yang disandarkan kepada para sahabat dan tabi’in baik perkataan maupun perbuatan. Sebagian ulama’ mendefinisikan: sesuatu yang datang dari selain Nabi yaitu dari para sahabat, tabi’in dan atau orang-orang setelahnya.[13]
3.      Al-Khabar
Menurut bahasa khabar adalah berita, pemberitahuan, laporan, ha mengenai peristiwa, kejadian, dan keadaan.[14] Sedangkan dari segi istilah khabar berarti sesuatu yang disandarkan kepada Nabi, sahabat dan tabi’in.[15] dengan demikian sumber atau sandaran dari Al-Khabar dapat dari bebagai macam atau beberapa orang termasuk Nabi, seperti sahabat dan tabi’in.
Mayoritas ulama melihat Hadits lebih khusus yang datang dari Nabi, sedang khabar sesuatu yang datang darinya dan dari yang lain, termasuk berita umat terdahulu, para Nabi, dan lain-lain. Misalnya Nabi Isa berkata:…, Nabi Ibrahim berkata:… dan lain-lain, termasuk khabar bukan hadits.
D.    Perbedaan Hadits dengan sinonimnya
Ulama’hadits menyatakan bahwasanya hadits, sunah, atsar dan khabar adalah berarti sama dan mereka tidak memandang ada perbedaan antara hadits dan sinonimnya sedangkan Ulama Fikih dan Ulama Ushul Fikih memandang bahwa hadits dan sinonimnya mempunyai beberapa perbedaan antara lain:
1.      hadits sandarannya Nabi, aspek dan spesifikasinya meliputi perkataan, perbuatan dan persetujuan dan sifatnya khusus sekalipun dilakukan Cuma satu kali;
2.      sunah sandarannya Nabi dan sahabat, aspek dan spesifikasinya hanya pada perbuatan saja dan sifatnya menjadi tradisi;
3.      khabar sandaranya Nabi dan selainnya, aspek dan spesifikasinya meliputi perkataan dan oerbuatan dan bersifat lebih umum; dan
4.      atsar sandarannya sahabat dan abi’in, aspek dan spesifikasinya meliputi perkataan dan perbuatan dan bersifat umum.
E.     Unsur-Unsur Hadits
Adapun unsur-unsur hadits adalah sebagai berikut:
1.      Sanad
Menurut bahasa sanad adalah sandaran, hubungan atau rangkaian perkara yang dapat dipercaya, dan rentetan rawi hadits sampai pada Nabi Muhammad.[16] Sedangkan menurut istilah adalah mata rantai para perawi hadits yang menghubungkan sampai kepada perawi hadits.[17]

2.      Matan
Kata matan menurut bahasa berarti keras, kuat, sesuatu yang nampak dan yang asli. Dalam perkembangan karya tulis ada matan dan ada syarah. Matan di sini diartikan karya atau karangan asal seseorang yang pada umumnya menggunakan bahasa yang universal, padat, dan singkat. Sedangkan syarahnya dimaksudkan penjelasan yang lebih terurai dan terperinci. Menurut istilah matan adalah sesuatu kalimat setelah berakhirnya sanad. Definisi lain menyebutkan matan adalah beberapa lafal hadits yang membentuk beberapa makna.[18]
Berbagai redaksi definisi matan yang diberikan ulama’, tetapi intinya sma yaitu materi atau berita hadits itu sendiri yang datang dari Nabi. Matan hadits ini sangat penting karena yang menjadi topik kajian dan kandungan syariat Islam untuk dijadikan petunjuk dalam beragama.
         Contoh:
            اَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ اِيْمَانًا اَلْمَسْنُهُمْ خُلُقَ
3.      Rawi
Kata rawi dalam bahasa Arab berasal dari kata riwayah yang berarti memindahkan dan menukilkan. Yakni memindahkan atau menukilkan suatu berita dari seseorang kepada orang lain. Dalam istilah Ar-rawi adalah orang yang meriwayatkan atau orang yang menyampaikan periwayatan hadits dari seorang guru kepada orang lain yang terhimpun kedalam buku hadits.[19] Untuk menyatakan perawi hadits dikatakan dengan kata “hadits diriwayatkan oleh”.
Sebenarnya antara sanad dan rawi merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan karena sanad hadits pada setiap generasi terdiri dari perawi. Mereka adalah orang-orang yang menerima dan meriwayatkan atau memindahkan hadits dari seorang guru kepada muridnya atau teman-temannya.
F.      Kesimpulan
Ringkasnya pengertian Hadits adalah Sesuatu yang datangnya dari Nabi Muhammad SAW. baik itu perbuatan, perkataan, ataupun persetujuan Nabi. Sedangkan ada beberapa istilah yang merupakan sinonim dari Hadits yaitu ; As-Sunnah, Atsar, dan Al-Khabar, yang penjelasannya telah disebutkan di depan.
Adapun unsur-unsur penyusun Hadits ada tiga yaitu ; Sanad, Matan, Rawi, dan penjelasannyapun juga telah disebutkan diatas, yang ringkasnya Sanad adalah orang yang meriwayatkan hadits yang sampai pada Rasululah SAW. sedangkan Matan adalah isi hadits atau dengan bahasa lain bisa disebut dengan Dawuhnya Rasulullah yang telah diriwayatkan oleh beberapa sanad (orang), dan adapun Rawi adalah orang yang terakhir dalam periwayatan Hadits dan menulisnya sehingga sampai kepada kita.    


DAFTAR PUSTAKA
Khon, Abdul Majid. Ulumul Hadits, Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
Ramdani, Sofiah, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Karya Agung, tt.
Tim Studi Islam IAIN Sunan Ampel, Pengantar Studi Islam, Surabaya: Sunan Ampel Pers, 2010.



[1] Tim Studi Islam IAIN Sunan Ampel, Pengantar Studi Islam (Surabaya: Sunan Ampel Pers, 2010), 50.
[2] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), 2.
[3] Ibid, 3.
[4]Tim  IAIN, PSI, 52.
[5] Ibid.
[6] Ibid, 53
[7] Ibid, 50.
[8] Majid, Hadits, 5.
[9] Ibid, 6.
[10] Ibid.
[11] Ibid.
[12] Tim  IAIN, PSI, 51.
[13] Majid, Hadits, 10.
[14] Sofiah Ramdani, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya: Karya Agung, tt)
[15] Tim  IAIN, PSI, 51.
[16] Ramdani, kamus, 489.
[17] Majid, Hadits, 97.
[18] Ibid, 103.
[19] Ibid, 105.

KONSEP DASAR AKHLAK DAN TASAWUF


A.     Pendahuluan
Di dalam islam akhlak da tasawuf banyak dibicarakan dan dimuat pada Al-Qur’an dan Hadis, sumber tersebut merupakan batasan dalam tindakan kita sehari-hari, sehingga dalam jiwa ini benar-benar menggunakan akhlak dan tasawuf untuk mempermudah kita melakukan suatu ibadah.
            Akhlak dan tasawuf ini akan mengarahkan kita ke jalan yang benar yaitu jalan untuk menyucikan jiwa. Akhlak dan tasawuf itu juga dapat digunakan untuk mempermudah kita melakukan suatu ibadah. Tetapi pada zaman sekarang ini sudah banyak manusia yang tidak menggunakan akhlaknya terutama pada golongan orang-orang muda. Untuk itu marilah kita mengupas tentang akhlak dan tasawuf.

B.    Pengertian Akhlak Dan Tasawuf
1.      Pengertian akhlak
Secara bahasa akhlak berasal dari kata اخلق – يخلق - اخلاق artinya kebiasaan, watak, peradaban yang baik, agama. Kata akhlak sama dengan kata khuluq.[1]
Menurut Ibnu Maskawaih akhlak adalah:
حَالٌ لِلنَّاسِ دَاعِيَةٌ لَهَا اِلَى اَنْعَالِهَا مِنْ غَيْرِ فِكْرٍ وُرُوِيَّةٍ
Artinya:  Keadaan jiwa seseorang yang mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran (lebih dahulu).
Menurut imam Ghazali akhlak adalah:
اَلْخُلْقُ عِبَارَةٌ عَنْ هَيْئَةِ فِى النَّفْسِ رَاسِخَةٍ عَنْهَا تَصْدُرُ اْلاَفْعَالُ بِسُهُوْلَةٍ وَيُسْرٍ مِنْ غَيْرِ حَاجَةٍ اِلَى فِكْرٍ وُرُوِيَّةٍ
Artinya:  Suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dahulu).[2]
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah tabiat atau sifat seseorang, yakni keadaan jiwa yang telah terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan diangan-angankan lagi.[3]

2.      Pengertian tasawuf
Secara bahasa Tasawuf berasal dari kata = saf (baris), sufi (suci), sophos (Yunani, hikmah), suf (kain wol) atau sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan bersikap bijaksana.[4]
      Menurut Asy-Syekh Muhammad Amin Al-Kurdy mengatakan:[5]
التَّسَوُّفُ هُوَ عِلْمٌ يَعْرَفُ بِهِ اَحْوَالَ النَّفْسِ مَحْمُوْدُهَا وَمَذْْمُوْمُهَا وَكَيْفِيَةُ تَطْهِيْرِهَا مِنْ الْمَذْمُوْمِ مِنْهَا وَتَحْلِيَتُهَا بِاْلاِتْصَافِ بِمَحْمُوْدِهَا وَكَيْفِيَةُ السُّلُوْكِ وَالسَّيِرِ اِلَى الله تَعَالَى وَالْنِرَارُ اِلَيْهِ
Artinya: Tashawuf adalah suatu ilmu yang dengannya dapat diketahui hal ihwal kebaikan dan keburukan jiwa, cara membersihkan diri yang buruk dan mengisinya dengan yang terpuji, cara melakukan suluk, melangkah menuju keridhaan Allah dan meninggalkan (larangan-Nya) menuju kepada (perintah-Nya).
      Menurut As-Suhrawardy mengemukakah pendapat Ma’ruf Al-Karakhy, Tasawuf adalah mencari hakikat dan meninggalkan sesuatu yang ada di tangan makhluk (kesenangan duniawi).[6]
      Jadi dapat disimpulkan bahwa tasawuf adalah suatu kehidupan rohani yang merupakan fitrah manusia dengan tujuan untuk mencapai hakikat yang tinggi, berada dekat atau sedekat mungkin dengan Allah dengan jalan menyucikan jiwanya, dengan melepaskan jiwanya dari noda-noda sifat dan perbuatan tercela.

3.      Tujuan Tasawuf
-          Menurut Asy-Syekh Muhammad Amin Al-Kurdy tujuan tasawuf meliputi:
a.      Ilmu Syariah
b.      Ilmu Thariqah
c.      Ilmu Haqiqah
d.      Ilmu Ma’rifah
-          Menurut Ma’ruf Al-Karakhy tujuan tasawuf adalah mencari kebenaran yang hakiki dengan cara meninggalkan kesenangan duniawi.

4.      Ciri Perbuatan Akhlak
a.      Tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga telah menjadi kepribadiannya.
b.      Dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran
c.      Timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar
d.      Dilakukan dengan sungguh-sungguh
e.      Dilakukan dengan ikhlas
Tingkatan keburukan akhlak tasawuf menurut Imam Al-Ghazali meliputi:[7]
1.      Keburukan akhlak yang timbul karena ketidaksanggupan seseorang mengendalikan nafsunya
2.      Perbuatan yang diketahui keburukannya, tetapi ia tidak bisa meninggalkannya karena nafsunya telah menguasai dirinya
3.      Keburukan akhlak yang dilakukan oleh seseorang karena pengertian baik baginya sudah kabur, sehingga perbuatan buruklah yang dianggap baik
4.      Perbuatan buruk yang sangat berbahaya terhadap masyarakat pada umumnya sedangkan tidak terdapat tanda-tanda kesadaran bagi pelakunya, kecuali hanya kekhawatiran akan menimbulkan pengorbanan yang lebih hebat lagi.

C.    Hubungan Akhlak dengan Tasawuf
Akhlak dan tasawuf saling berkaitan. Akhlak dalam pelaksanaannya mengatur hubungan horizontal sesama manusia. Sedangkan tasawuf mengatur jalannya komunikasi vertikal antara manusia dan Tuhannya. Akhlak menjadi dasar dari pelaksanaan tasawuf, sehingga dalam prakteknya tasawuf mementingkan akhlak.[8]



D.    Sumber Ajaran Tasawuf[9]
1.      Unsur islam
-          Al-Qur’an mengajarkan manusia untuk mencintai Tuhan, bertaubat dan menyucikan diri, Tuhan memberi cahaya kepada hambanya
-          Hadis Nabi seperti rahasia penciptaan alam adalah agar manusia mengenal penciptanya
-          Praktek para sahabat seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Hasan Basri, dll
2.      Unsur Non islam
-          Nasrani: cara kependetaan dalam hal latihan jiwa dan ibadah
-          Yunani: unsur filsafat tentang masalah ketuhanan
-          Hindu/Budha: mujahadah, perpindahan roh dari satu badan ke badan yang lain

E.     Hubungan Akhlak dengan Ilmu-Ilmu Lain[10]
1.      Hubungan antara akhlak dengan psikologi
Hubungan antara akhlak dengan psikologi mempunyai pertalian yang erat dan kuat. Adapun akhlak memerlukan apa yang dipersoalkan oleh jiwa tersebut.
Dapat dikatakan bahwa ilmu jiwa (psikologi) adalah sebagai pendahuluan dalam ilmu akhlak.
2.      Hubungan akhlak dengan sosiologi
Dalam ilmu akhlak mempelajari dan mengupas masalah prilaku-prilaku, perbuatan manusia yang timbul dari kehendak ilmu sosiologi mempersoalkan tentang kehidupan masyarakat.
      Manusia tidak dapat hidup tanpa masyarakat. Dapat disimpulkan pula bahwa sosiologi mempelajari masyarakat, manusia yang bagaimana supaya meningkat ke atas, bagaimana menyelidiki tentang bahasa, agama dan keluarga, dan bagaimana membentuk undang-undang dan pemerintahan dan sebagainya.
3.      Hubungan akhlak dengan ilmu hukum
Akhlak memerintahkan berbuat apa yang berguna dan melarang berbuat segala apa yang mudarat. Sedang ilmu hukum tidak, karena banyak perbuatan yang baik dan berguna tidak diperintahkan oleh ilmu hukum. Seperti berbuat baik kepada fakir miskin da perlakuan baik antara suami istri.
4.      Hubungan akhlak dengan iman
Iman menurut bahasa berarti: membenarkan. Sedangkan menurut syara’ adalah membenarkan dengan hati.
      Dapat diketahui bahwa hubungan antara akhlak dengan ilmu sangat erat. Hal tersebut disebabkan keduanya mempunyai titik pangkal yang sama yaitu hati nurani. Jadi keduanya adalah merupakan gambaran jiwa/hati sanubari yang bersifat kejiwaan dan abstrak.
      Akhlak adalah merupakan sikap jiwa yang telah tertanam dengan kuat yang mendorong pemiliknya untuk melakukan perbuatan. Demikian juga iman/kepercayaan adalah bertempat dalam hati yang mempunyai daya dorong terhadap tingkah laku perbuatan seseorang.
      Rasulullah pernah bersabda, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah:
اَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ اِيْمَانًا اَلْمَسْنُهُمْ خُلُقَ
Artinya:  orang mukmin yang sempurna imannya adalah yang terbaik budi pekertinya.
Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlak
Salah satu ciri khas ilmu adalah bersifat pragmatis. Orang yang berakhlak karena kelakuan terhadap Tuhan semata-mata, maka dapat menghasilkan kebahagiaan antara lain:
a.      Mendapatkan tempat yang baik di dalam masyarakat
b.      Akan disenangi orang dalam pergaulan
c.      Akan dapat terpelihara dari hukum yang bersifatnya manusiawi dan sebagai makhluk yang diciptakan Tuhan
d.      Orang yang bertakwa dan berakhlak akan mendapat pertolongan dan kemudahan dalam memperoleh keluhuran, kecukupan dan sebutan yang baik
e.      Jasa manusia yang berakhlak mendapat perlindungan dari segala penderitaan dan kesukaran
Dalam islam kedua jalur hubungan tersebut diatur apa yang dinamakan dengan “amal saleh” atau lebih tegasnya disebut dengan akhlak. Oleh karena itu, maka akhlak adalah sangat penting bagi manusia dan juga merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia.[11]
Akhlak juga merupakan mutiara hidup yang membedakan makhluk manusia dengan makhluk lainnya. Setiap orang tidak lagi peduli soal baik atau buruk, soal halal dan haram. Karena yang berperan dan berfungsi pada diri masing-masing manusia adalah elemen syahwat (nafsu) nya yang telah dapat mengalahkan elemen akal pikiran, oleh karena itu Imam Al-Ghazali dalam kitabnya “Mukasyafatul Qulub” menyebutkan bahwa Allah menciptakan manusia (anak Adam) lengkap dengan elemen akal syahwat (nafsu). Maka barang siapa yang nafsunya mengalahkan akalnya, hewan melata lebih baik dari pada manusia itu. Sebaliknya bila manusia dengan akalnya dapat mengalahkan nafsunya, maka dia derajatnya di atas malaikat.
Menurut Dr. Hamzah Ya’cub hikmah dari akhlak adalah:
1.      Meningkatkan derajat manusia
2.      Menuntun kepada kebaikan
3.      Manifestasi kesempurnaan iman
4.      Keutamaan di hari kiamat
5.      Kebutuhan pokok dalam keluarga
6.      Membina kerukunan antar tetangga
7.      Untuk menyukseskan pembangunan bangsa dan negara
8.      Dunia betul-betul membutuhkan akhlak karimah

F.     Sejarah Perkembangan Akhlak dan Tasawuf
1.      Sejarah perkembangan akhlak[12]
a.      Akhlak pada bangsa Yunani
Ditandai dengan munculnya Sophisticians (orang-orang yang bijaksana)
b.      Akhlak pada agama Nasrani
Dasarnya adalah Teocentris (Tuhan adalah sumber akhlak)
c.      Akhlak pada bangsa Romawi
d.      Akhlak pada agama islam
Titik pangkal pada wahyu Tuhan dan akal manusia
2.      Sejarah perkembangan tasawuf[13]
a.      Masa Tabi’in: ada istilah Nussak, yaitu orang-orang yang menyediakan dirinya untuk beribadah kepada Allah. Tokohnya Hasan Basri yang benar-benar mempraktekkan tasawuf.
b.      Istilah tasawuf muncul pada abad ke-2 H yang digunakan oleh Abu Hasyim
c.      Abad ke-3 H muncul tasawuf yang menonjolkan pemikiran eksklusif seperti Al-Jaliaj
d.      Pada abad ke-5 H muncul Al-Ghazali yang mendasarkan tasawuf pada Al-Qur’an dan Hadis
e.      Abad ke-6 H berkembang tarekat-tarekat untuk melatih dan mendidik para murid seperti yang dilakukan oleh Sayid Ahmad Rifa’i dan Sayid Abdul Qadir Jaelani.

PENUTUP

Kesimpulan
            Dari penjelasan di atas, penulis dapat menyimpulkan akhlak dan tasawuf itu mempunyai hubungan yang sangat erat, begitu pula akhlak dengan lmu-ilmu lainnya contohnya ilmu hukum, sosiologi dll. Akhlak adalah tabiat seseorang yakni jiwa yang telah terlatih sehingga dalam jiwa tersebut telah melekat sifat-sifat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa dipikirkan. Sedang tasawuf adalah suatu kehidupan rohani yang merupakan fitrah manusia dengan tujuan untuk mencapai hakikat tinggi.
            Sejarah perkembangan tasawuf yaitu mulai dari abad pertama hijriyah sampai pada abad keenam hijriyah. Sedangkan sejarah perkembangan akhlak yaitu periode Yunani, periode abad pertengahan, periode bangsa Arab dan periode abad modern.

DAFTAR PUSTAKA

A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka setia)
http://sugiartoagribisnis.wordprees.com/
http.//www.aminazizcenter.com/artikel-61-kuliah-akhlak-tasawuf.html/2009
Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997)
Nasution, Harun, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1983).



[1] A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka setia), hal. 12
[2] Ibid.
[3] Ibid., 15
[4] Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan bintang, 1985), hal. 56-57
[5] Mustofa, Akhlak Tasawuf, 202
[6] Ibid., 204
[7] Mustofa, Akhlak Tasawuf, 18
[8] http.//www.aminazizcenter.com/artikel-61-kuliah-akhlak-tasawuf.html/2009
[9] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), hal. 181-185
[10] Mustofa, Akhlak Tasawuf, 21
[11] Mustofa, Akhlak Tasawuf, hal. 20
[12] http://sugiartoagribisnis.wordprees.com/
[13] Mustofa, Akhlak Tasawuf. 209